BICARA Lebaran di Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, bisa jadi ada bedanya dibanding lebaran di daerah lain. Hal itu cukup beralasan, karena masyarakat di Kelurahan Cigugur majemuk, tidak semua kaum muslim, tidak semua beragama Islam.
Namun, secara sosial semua penduduk orang Sunda serta asli penduduk pribumi. Di Cigugur, yang memperlihatkan kegembiraan pada hari Lebaran bukan hanya umat Islam, tapi juga warga yang menganut Agama Nasrani. Teramati sama ikut gembira serta bersatu padu menyemarakan saat suasana hari lebaran. Yang merasa gembira menyambut datangnya lebaran, yang merasa gembira menamatkan puasa sebuan penuh, bukan sekadar yang melaksanakannya, tapi juga warga non muslim.
Penduduk Kelurahan Cigugur, jumlahnya kurang lebih 7000 jiwa, termasuk kelurahan yang padat penduduk, Dari jumlah penduduk itu kurang lebih 60 persen warga Cigugur menganut Agama Islam, selebihnya menganut agama Kristen Katolik, Protestan dan penghayat atau aliran kepercayaan.
Meski banyak warga yang beda agama, kehidupan masyarakat Kelurahan Cigugur hidup tentram, rukun dan damai serta saling menghormati. Dengan kata lain hubungan sosial kemasyarakatan terjalin baik, tak terhalang beda agama. Tak heran, jika kehhidupan masyarakat Kelurahan Cigugur menjadi contoh daerah-daerah lainnya di Indonesia, bahkan di dunia Internasional.
“Banyak mahasiswa yang datang ke sini, sengaja ingin mengetahui dan mengamati kehidupan masyarakat Cigugur. Apalagi saat ada peristiwa bentrok warga yang beda agama di luar daerah, yang datang ke sini cukup banyak,” kata Camat Cigugur, didampingi Kepala Seksi Pemerintahan Cigugur, Utari, kepada Galura, beberapa waktu yang lalu, di Kantor Kecamatan Cigugur.
Sholat Idul Fitri pada Lebaran Idul Fitri 1438 H yang lalu, Galura sengaja melaksanakan solat Idul Fitri di Cigugur, sekaligus ingin mengamati suasana lebaran di daerah itu yang menurut informasi beda dibanding daerah lain. Beda suasanananyya, karena yang namanya lebaran di mana pun sama.
Solat Id di lapang, dilanjutkan dengan silaturahmi, saling mengunjungi, dengan saudara, tetangga serta handai taulan. Mengamati suasana lebaran di Cigugur, memang membuat terharu, selain melihat warga umat Islam yang memenuhi Alun-alun dan jalan raya, di setiap penjuru banyak warga yang tampak sibuk mengamankan arus lalulintas warga yang akan melaksanakan solat Idul Fitri.
Mereka tidak mengikuti solat Id, karena warga yang sibuk mengamankan idul fitri dan tidak melaksanakan solat Id itu semuanya warga yang menganut agama non muslim, namun perlu menjaga suasana hingga selesai solat Id. Mereka menjaga agar suasana Idul fitri berjalan lancar serta khidmat.
Ketika solat Id selesai, selanjutnya warga pulang ke rumah masing-masing, sepanjang jalan teramati warga yang berjabat tangan bukan hanya warga muslim, tapi juga warga Cigugur yang menganut agama lain. Mereka sengaja menunggu warga yang baru pulang melaksanakan solat Idul Fitri untuk berjabat tangan. Begitu pula warga yang diajak bersalaman saling berjabat erat, dengan raut muka penuh kegembiraan.
. “Wilujeng Bada nya lur, urang silihlubarkeun tina sagala kasalahan (Selamat lebaran saudara, mari kita saling memaafkan dari segala kesalahan),” kata salah satu warga Kelurahan Cigugur kepada warga yang baru pulang melaksanakan solat Id, Minggu (25/7)..
Ke-dua warga berbeda agama itu tampak berjabat erat, Secara sosial tak terbatas karena beda agama atau keyakinan yang berbeda. tBada istilah yang dipakai oleh masyarakat Kuningan yang punya kesamaan arti yakni lebaran.
Penuh Kegembiraan
Bertemunya warga Kelurahan Cigugur yang menganut agama Islam dan bukan lIslam, dalam lebaran teramati punya ciri tersendiri yang mencerminkan bukti terpeliharanya kerukunan antara warga muslim dan warga lbukan muslim di daerah itu. Bukti masyarakat lebih mengerti dan paham menjaga kerukunan, walau beda agama atau kepercayaan.
Suyono yang baru beberapa bulan bertugas sebagai Camat Cigugur, merasa gembira melihat kehidupan khususnya masyarakat Kelurahan Cigugur yang kompak meski beda-beda agama dan kepercayaan.. Selain Kelurahan Cigugur, kata Suyono, daerah yang banyak warga beda-beda agama itu yakni Desa Cisantana dan Kelurahan Sukamulya.
“Alhamdulillah dari dulu sampai saat ini kerukunan umat beragama khususnya di Kelurahan Cigugur bisa terpelihara dengan baik. Kerukunan antara warga yang beda agama tidak hanya diperlihatkan saat Lebaran, tapi juga dalam Natalan, dalam perayaannya,” kata Suyono, bangga.
. Mengamati hubungan sosial kemasyarakatan antara warga yang sama agama dan beda agama di Kelurahan Cigugur, tidak menjadi soal yang membedakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat daerah itu. Contohnya, jika ada warga umat Islam yang meninggal dunia, warga lain bukan muslim juga turut menengok ke rumah duka. Sebaliknya warga umat Kristen meninggal dunia, warga umat Islam Cigugur pun sama menengok ke rumah duka..
Banyak warga Kelurahan Cigugur bukan lmuslim merantau, yang ketika Lebaran mudik ke kampung halamannya. Sebaliknya dalam hari Natalan banyak warga Cigugur yang meratanu pulang ke kampung halamannya untuk turut menyemarakan Natalan umat Kristen di daerahnya,.
Warga Kelurahan Cigugur yang menganut agama Islam maupun lbukan Islam, pulang ke kampung halamannya itu bukan berarti ikut-ikutan dalam soal melaksanakan ibadah warga agama lain. Tapi yang utama adalah mempererat tali silaturahmi. Memanfaatkan momentum hari yang yang diagungkan oleh masing-masing warga yang beda agama untuk bertemu dengan orangtua, saudara tetangga di dearahnya.
“Dalam melaksanakan ibadah itu tergantung akidah masing-masing, tapi selaku manusia kita harus menjalin hubungan baik dengan sesame termasuk mahluk hidup lainnya. Apalagi sebagian besar masyarakat Cigugur yang beda agama itu merupakan warga pribumi yang sejak dulu sudah sudah mampu menjalin hubungan harmonis,” kata Nana Juharna, salah satu warga Cigugur.
Nana, yang juga Sekretaris Pejuang Siliwangi (PS) Kabupaten Kuningan, saat itu sedang mendampingi anggota Pejuang Siliwangi yang sedang turut mengamankan pelaksanaan solat Idul Fitri. Ada puluhan anggota Pejuang Siliwangi yang siap siaga turut mengamankan berlangsungnya aarat keamanan.
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat Cigugur, H. Diding di Kelurahan Cigugur ada sejumlah keluarga di satu lingkungan yang anggota keluarganya beda agama, ada yang menganut agama mengikuti ibunya, ada juga yang menganut agama mengikuti ayahnya.
“Oleh sebab itu, suasana Lebaran Idul Fitri dan Natal di Kelurahan Cigugur, suka dijadikan momen oleh warga yang menganut agama Islam maupun luar Islam sebagai sarana silaturahmi dengan warga yang baru pulang dari perantauan,” kata H. Diding,***AJUN MAHRUDIN
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Galura Edisi Minggu I Juli 2017 dalam tulisan berbahasa Sunda
Ditulis Oleh AJUN MAHRUDIN, Wartawan Galura .