Sopir Angkot dan Anak Sekolah

KUNINGANMEDIA | Senin, 20 Februari 2012 19:50
Bagikan ke Facebook

RATUSAN sopir angkutan kota (angkot) di Kabupaten Kuningan kerap mengeluh. Di satu sisi setoran wajib diberikan, di sisi lain pendapatan mereka semakin menurun. Dulu, anak sekolah tidak dilirik, tapi sekarang justru diburu. Ironisnya, anak sekolah pun kini enggan naik angkot.

Dari keterangan yang diperoleh kuninganmedia.com, dari berbagai sumber, anak sekolah di Kabupaten Kuningan kini sebagian besar ‘bersepada motor’. Dengan alasan takut kesiangan, para orangtuapun menyediakan fasilitas roda dua tersebut.

Ternyata hal itu berdampak besar bagi kalangan sopir. Pendapatan mereka semakin merosot karena hilangnya penumpang idaman (anak sekolah-red).

Kepala Dinas Perhubungan Kuningan, Jaka Chaerul, membenarkan kondisi tersebut. Menurutnya, menjamurnya sepeda motor telah membawa dampak ekonomi bagi kalangan sopir. Berdasarkan survei Dishub dan Organda, ternyata di halaman parkir beberapa SMP, terutama SMP favorit, terdapat sekitar 300 sampai 400 motor.

Satu sekolah 300 siswa yang membawa motor. Jika mereka naik angkot, maka dari 300 motor itu, pendapatan bagi sopir sekitar Rp 600 ribu. Jika di Kuningan kota saja, ada 5 SMP, maka angkot telah kehilangan pendapatan sebesar Rp 3 juta perhari.

Belum kalkulasi bagi SMP-SMP yang ada di kecamatan, setengahnya dari siswa di SMP kota, mempunyai kendaraan bermotor pula.

“Berarti hampir setiap siswa mempunyai motor. Ini sudah berlangsung lama. Kalau satu sekolah dirata-ratakan ada 300 motor, berarti di Kuningan kota saja, lebih dari seribu motor. Belum di SMP kecamatan-kecamatan. Padahal jika tidak ada motor, pendapatan sopir tidak akan kolaps. Bukan berarti melarang memiliki motor, tapi mana prakteknya ketika menerapkan ijin SIM bagi yang umur diatas 17 tahun,” papar Jaka.

Logikanya, wajib SIM itu adalah, jika pelajar pasti tingkat SMA, bukan SMP. Akan tetapi, para pelajar SMP pun kini semakin bebas berkendaraan. Di sisi lain, pihak sekolah juga pasti memikirkan lahan parkir bagi siswanya. Karena pihak sekolah juga tidak mau keamanan sepeda motor siswa terancam.

Kondisi demikian pernah dimusyawarahkan antara Ketua dan Pengurus Organda Kuningan bersama Dishub. Mereka menginginkan Dishub memfasilitasi mereka dengan kondisi tersebut. Jaka Chaerul menginginkan pihak Polres tegas dalam memberikan sangsi kepada siswa yang belum berhak berkendaraan motor.

“Jika ada kebersamaan antara Polres dengan sekolah, mungkin ini bisa sedikit direm. Setidaknya, siswa akan merasa takut ditilang, jika siswa SMP membawa motor. Karena yang berhak mempunyai SIM itu adalah yang diatas 17 tahun,” ujarnya. (Khazanah/kuninganmedia.com)

Kirim Komentar

Nama
Alamat email
Alamat Web
Komentar
Tulis Kode: