Mengenang 137 Tahun Wafatnya KH. Hasan Maolani

KUNINGANMEDIA | Rabu, 18 Mei 2011 20:09
Bagikan ke Facebook

Beberapa benda peninggalan KH. Hasan Maolani*"][/caption]

KH. Hasan Maolani, sebenarnya nama yang cukup dikenal khususnya oleh masyarakat  Kabupaten Kuningan. Dia adalah salah seorang tokoh pemuka agama Islam  yang memiliki ilmu tinggi sekaligus pejuang dalam merebut kemerdekaan RI. Meskipun nama KH. Hasan Maoalani tidak tercatat dalam lembaran buku sejarah nasional, namun ia boleh dikatakan sejajar dengan Pahlawan Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro.

Sebagaimana terungkap dalam buku sejarah Perjalanan KH. Hasan Maolani yang ditulis Tisna Werdaya, Tahun 1973, Eyang Hasan Maolani lahir di daerah Lengkong sekira tahun 1779, kini Desa Lengkong, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan.

Dia adalah seorang Kyai yang punya ilmu tinggi. Bukan saja ilmu agama, namun punya keahlian dalam ilmu kebathinan, bela diri, seni suara, seni ukir dan seni baca Al-quran.

Sekira tahun 1800, Kyai Hasan Maolani mulai berjuang dengan cara mendirikan pesantren Lengkong Kuningan. Di pesantren itu, dia selain mengajarkan ilmu agama Islam, juga menanamkan jiwa nasionalisme dan cinta tanah air kepada para santrinya, termasuk melakukan upaya  mendorong para santrinya untuk turut melakukan pergerakan merebut kemerdekaan dari tangan kaum penjajah.

Rupanya, berbagai rencana Kyai Hasan Maolani tercium oleh kaum musuh, sehingga dia dibenci dan selalu dimata-matai kaum penjajah. Karena Eyang Hasan Maolani dianggap berpengaruh, akhirnya Hindia Belanda berupaya untuk mengelabui Eyang Hasan Maolani.

Alhasil  Hari Kamis 12 Safar 1257 (1837) sekira  pukul 3. 30 WIB Eyang Hasan Maolani dibawa oleh Polisi Belanda ke Cirebon, dengan dalih hanya sekadar untuk dimintai keterangan dan diperiksa oleh Residen Cirebon, terkait dengan banyaknya pengaduan dari pihak-pihak tertentu. Namun kenyataannya Eyang Hasan Maolani ditahan di benteng tahanan Cirebon.

Mendengar Kyai Hasan Maolani ditahan, para santrinya tidak menerima dan akhirnya punya rencana melakukan pemberontakan atau menyerang Belanda. Namun, dalam penjara Eyang Maolani meredam agar para santri dan masyarakat lainnya tidak melakukan tindakan, sebab dianggap belum saatnya.

Dari penjara Cirebon, selanjutnya Kyai Hasan Maolani dipindahkan ke penjara di Batavia selama sembilan bulan. Dari sana lalu dibuang ke daerah Menado dengan menggunakan kapal laut, namun sempat mampir di Ternate. Dari Ternate selanjutnya diberangkatkan lagi ke Kaema Menado Datang Ke Kaema hari Minggu 17 Rajab 1260 (1840 Masehi).

Di Menado Kyai Hasan Maoalni tidak sendirian, tapi bersama para Kyai dari pulau jawa lainnya diantaranya Kyai Holipah, Kyai Wahab, Kyai Baderan dan Kyai Gajali. Bahkan, Kyai  tersebut lebih awal dibuang karena terlibat perang Diponegoro 1825-1830.

Di Kaema tidak lama, K. Hasan Maolani  bersama kyai  lainnya selanjutnya dipindahkan ke daerah Tondano. Di Tondano, Kyai Hasan Maoalani mendirikan pesantren, sehingga ditokohkan dan diberi gelar dengan nama Eyang Menado.

Berdasarkan isi surat yang diterima keluarganya, Kyai Hasan Maolani wafat di Menado 3 Mei 1874, dan dimakamkan di daerah tersebut. Kendati telah wafat, namun sampai saat ini nama Kyai Hasan Maolani tetap dikenang di daerah Menado. Bagamana di Kuningan..?  (KM-01)*

Kirim Komentar

Nama
Alamat email
Alamat Web
Komentar
Tulis Kode: