Gunung Ciremai, Riwayatmu Dulu dan Kini (Bagian II)

KUNINGANMEDIA | Kamis, 10 Februari 2011 17:45
Bagikan ke Facebook

Oleh : Nunung Khazanah

GUNUNG Ciremai memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) tinggi. Beragam spesies flora endemik dan langka hidup di dalamnya, namun kini banyak punah. Bahkan, spesies-spesies tidak lagi hidup bebas bersarang di pohon.

Ironis, Gunung Ciremai yang begitu subur, kaya keanekaragaman hayati, makmur, bisa mensejahterakan rakyat terkadang disalahgunakan tangan-tangan ambisius. Sedangkan pemerintah daerah belum mampu menggali, meraup penghasilan dari Gunung tertinggi di Propinsi Jawa Barat itu. Karena sampai kini masih bergulir dalam wacana.

Jika dilihat dari letak geografis, Gunung Ciremai ada di posisi enam derajat 53 ½ LS dan 108 derajat 24 BT (Atlas Trop.Nederl.1939), dilahirkan kerucut dengan bentuk yang sangat teratur, merupakan hutan belantara perawan.

Apalagi jika menuju kawasan puncak, nampak keaslian yang begitu mempesona. Akankah keaslian itu terus bertahan, terus menjadi hutan hijau?. Akankah terus menjadi jejak-jejak pencinta alam dan penyejuk bagi penduduk?.

Lantas akankah pemerintah selalu diam dan melihat hutan perawan Ciremai porak poranda? Semoga saja tidak terjadi.

Menurut beberapa aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerhati lingkungan, keaslian Ciremai kini hanya terdapat di kawasan puncak. Sedangkan kondisi hutan Kuningan mulai rusak karena terus terbakar, penambangan liar dan akibat ulah tangan jahil lainnya.

Jawabannya sangat sederhana, pihak Perhutani mengatakan ada pihak yang sengaja merusak dengan menjadikannya sebuah proyek. Kalaupun ada seseorang, organisasi atau pihak tertentu yang jahil, kenapa tidak mengadakan koordinasi dengan pihak terkait untuk menangkap dan menghukumnya.

Upaya nyata menangkap pelaku memang belum nampak. Rasannya wajar, bila akhirnya banyak pihak beranggapan, jangan-jangan keempat pilar itu sengaja melempar alasan dengan maksud “cuci tangan”..

Puluhan Kali Terbakar

Buktinya pesona Gunung Ciremai kini terlihat kurang hijau, tidak lagi sedap dipandang. Paling tidak saat melihatnya dari sekitar jantung kota dan sepanjang jalan protokol Kuningan Cirebon. Keadaan sekitar lereng-lereng Ciremai mulai gundul.

Setidaknya melihat data setiap musim kemarau, pasti ada petak yang terbakar dan dengan dalih gejala alam, semua tidak bisa berkutik. Menyedihkan, jika melihat musibah kebakaran yang pernah terjadi beberapa tahun lalu yang memberantas puluhan hektar tanaman dan hingga sekarang rehabilitasinya masih diragukan.

Penyebab lain berkembang munculnya galian pasir batu (Galian C). Seperti terjadi di kawasan kaki gunung, puluhan hektar tanah hutan tergali untuk ladang bisnis. Lingkungan yang asli menghijau, spesies mamalia, kesegaran menghirup udara, kini mulai terganggu. Setiap hari, puluhan meter kubik dan batu digali. Benarkah mereka tak berijin? Ijin secara legal mungkin ya, karena alangkah naifnya, jika bisa tidak terawasi.

Bagaimana jadinya jika seorang pengusaha atau siapapun dia telah mengabaikan aturan dan memandang sebelah mata terhadap perijinan. Ditambah kongkalingkong dengan pihak pemerintah, masih saja terjadi.

Meskipun puluhan warga yang tergabung dalam LSM telah mencoba memperingatkan, namun tak pernah digubris serius.

Memang Galian C tidak berpengaruh terhadap kegiatan magma gunung, hanya berpengaruh terhadap alat pendeteksi gempa dan letusan gunung api (seismograph). Namun akibat galian C dan getaran alat penggali seismograph tidak bisa mendeteksi keadaan gempa tektonik maupun vulkanik, termasuk tanda terjadinyna letusan.....-Bersambung-

Kirim Komentar

Nama
Alamat email
Alamat Web
Komentar
Tulis Kode: