Mupuhun, Tradisi Petani Desa Tundagan

KUNINGANMEDIA | Kamis, 04 November 2010 18:29
Bagikan ke Facebook

HANTARA :Bagi petani di beberapa daerah wilayah Kabupaten Kuningan, memiliki kebiasaan yang jarang dilakukan oleh petani di daerah lain pada saat musim tanam padi. Seperti yang dilakukan petani di Desa Tundagan, Kecamatan Hantara, mereka biasanya melakukan semacam ritual yakni yang disebut mupuhun.

Menurut Aki Suhadi (75), Mupuhun berasal dari kata puhu (awal, ujung paling besar), bila diterjemahkan secara bebas mupuhun bisa diartikan mengawali kegiatan menanam padi (tandur;-Sunda).
Kebiasaan seperti ini, sebenaranya merupakan warisan leluhur yang sudah jarang dilakukan oleh umumnya petani di Kabupaten Kuningan..

Aki Suhadi sendiri, masih melaksanakan kebiasaan itu karena merasa terdorong untuk melestarikan tradisi leluhurnya yang dianggap mengandung nilai-nilai filosopi di dalam tradisi mupuhun tersebut. Memang, ada beberapa makna dalam tradisi ini, satu diantaranya mengajarkan petani agar tertib ketika mengawali menanam padi.

Pada saat melaksanakan tradisi mupuhun, yang petama kali dilakukan oleh petani yakni mengambil segenggam bibit padi dari lokasi persemaian. Selanjutnya bibit padi itu disemprot air melalui mulut petani sebanyak tiga kali. Setelah itu padi dibuat menjadi tiga sampai tujuh bagian.

Menanam padi pertama yang dilakukan petani Desa Tundagan tidak sembarangan, tapi terlebih dahulu petani membaca do’a seperti membaca lafadz bismillah, syahadat dan sholawat dengan tujuan agar padi yang ditanam itu hasilnya menggembirakan.

Selain berdo’a, lanjut biasanya petani pun membaca mantra dengan menggunakan bahasa Sunda yang antara lain berbunyi, Seja titip ka nu kagungan bumi, nu kagungan poe tujuh, sim abdi putuna Sang Kuwu Cirebon Girang seja melak Nyi. Pohaci, nyaeta akarna kawat, tangkalna beusi, daunna waja.

Boh bilih aya nu ngaganggu ti sisi ti gigir, neda pangjagakeun, pangraksakeun, siang sinareng wengina. Margi upami ieu pepelakan aya nu ngagunasika, tangtos Susuhunan Pangeran Cirebon bendu.

Usai membaca do’a dan mantra, bibit padi yang sudah dibagi tiga sampai tujuh bagian itu mulai ditanam di sawah. Setelah mupuhun selesai, baru bibit padi secara keseluruhan di tanam di sawah sesuai luasnya lahan tersebut.

Kebiasaan petani di Desa Tundagan, sebenarnya tidak saja sebatas mupuhun, tapi ada tradisi disebut nyawen, yakni melaksanakan ritual saat padi tumbuh besar. Begitu pula tradisi saat panen atau mengangkut padi dari sawah. Tapi sekarang hanya mupuhun yang masih bertahan. (KM-01)*

Kirim Komentar

Nama
Alamat email
Alamat Web
Komentar
Tulis Kode: