Mencari Jejak Kuburan "Si Windu”

KUNINGANMEDIA | Senin, 20 September 2010 22:21
Bagikan ke Facebook

Oleh: Nenen Dian Halyn (NG)

Leutik-leutik kuda Kuningan, peribahasa yang populer ini telah membuatku penasaran. Terlebih dikaitkan dengan sejarah kenapa Kuningan dijuluki kota kuda? Ternyata “Si Windu” adalah pemeran utamanya.

Kisah heroik kuda yang dikenal dengan Si Windu yang menurut sejarahnya Si Windu bertubuh kecil tetapi sangat gesit, tangkas, dan pintar yang konon disebut sebagai kuda sang Adipati Arya Kamuning.

Si Windu sangat dimuliakan oleh masyarakat Kuningan bagaikan pahlawan-pahlawan besar asal kota Kuningan. Terbukti Windu adalah ikon melegenda kota Kuningan, sampai sekarang Kuningan dikenal sebagai kota kuda.
Rasa penasaran akan nama besar Si Windu, saya bertanya-tanya adakah tapak histori seekor kuda Windu? Misalnya saja kuburan Windu. Sebagai kuda bernama besar dan berjasa, juga pemiliknya adalah seorang yang besar pada masanya, pastinya kematian Windu akan menggemparkan masyarakat dan para pembesar pada masanya.

Dan saya berkesimpulan bangkai Windu tidak akan disia-siakan begitu saja. Tentunya Windu akan diupacarakan dan dikuburkan layaknya seorang pahlawan. Keingintahuan saya akan kuburan kuda Windu semakin menggebu-gebu setiap kali saya melihat patung kuda putih yang dengan gagahnya menyambut kedatangan orang-orang yang masuk kekota Kuningan. Langsung tersirat difikiran saya “Si Windu, alangkah bangganya jika saya hidup satu jaman dengan jaman Si WIndu!”.

Berbagai versi dari masyarakat Kuningan, ada yang bilang Windu dikuburkan di Astana gede Cipicung, Kuningan. Ada yang bilang Kuburan Windu ada di hulu cai Kuningan (Sidapurna), juga ada yang bilang kuburan Windu di Winduhaji, Kuningan.

Maka dengan rasa penasaran saya pergi ke Astana Gede Cipicung, Kuningan sekalian nengok makam kakek dan buyut saya yang kebetulan dimakamkan di Astana Gede. Tetapi saya tidak menemukan kuburan kuda yang dimaksud, hendak menjelajahi pemakaman Astana Gede sendirian ada rasa takut, akhirnya saya pulang saja walau menyesal dan berjanji akan balik lagi bersama keponakanku.

Sabtu, 18 September 2010 saya mampir salah seorang teman, lalu sekalian bertamu kerumah teman lainnya yang masih satu komplek. Dari cerita teman itu, katanya kuburan Windu ada di hulu cai Kuningan, tetapi menurut teman juga ada beragam versi tentang letak kuburan Windu.

Tetapi itu juga belum pasti! Maka kami bersama-sama berangkat kehulu cai untuk melihat kuburan yang disebut kuburan kuda Windu, ada juga yang bilang makam Adipati Arya Kemuning, masih banyak lagi versi lainnya yang bisa membingungkan. Namun bagi saya tidak terlalu penting, karena saya hanya tertarik pada kisah heroik Windu yang mengagumkan.

Untuk sampai kehulu cai harus melewati pematang sawah karena tidak ada akses jalan raya menuju kesana. Justru dari sinilah yang membuat semakin mengasyikan karena bisa menikmati pemandangan yang indah, dan likuan parit kecil mengairi sawah, juga bisa menyapa para petani yang sedang bekerja.

Terima kasihku kepada para petani yang ramah dan baik hati telah menunjukan jalan kearah hulu cai yang kami tuju.

Sesampainya ditujuan kami melihat ada dua kuburan panjang yang ditata batu bata, dan kedua kuburan itu dilindungi oleh ‘saung’ dari kayu dan sangat sederhana. Namun kelihatan bersih rupanya selalu ada saja pengunjung yang datang entah untuk mistik atau hanya ingin tahu.

Didekat dua kuburan itu ada hulu cai (mata air) yang dingin menyegarkan. Bahkan saya sempat membasuh kaki dan tangan saya dari Lumpur sawah, sangat sejuk meresap kekulit saya dan perasaan saya menjadi bahagia, lupa sudah rasa capek menuju hulu cai.

Saya sempat berfikir apakah betul yang sebelah kiri adalah kuburan Windu, dan yang sebelah kanan kuburan perkakas (benda pusaka/benda-benda yang pernah dikenakan Windu).

Namun buru-buru saya tepis pikiran itu, yang jelas Si Windu tetap ada sampai sekarang, walau kuburannya masih dipertanyakan. Si Windu seekor kuda yang luar biasa. Pamornya menyerbak mengharumkan kota Kuningan sepanjang masa.

Terhentak dibenak saya namun bercampur bangga, ternyata masyarakat Kuningan sejak jaman dahulu sudah mempunyai perasaan menghargai dan toleransi akan kehidupan hewan. Dan saya berharap perasaan itu masih ada sampai jaman sekarang. Toleransi akan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan adalah yang terindah didalam kehidupan bersosial. Jangan pernah menganggap remeh/kecil/rendah akan kehidupan hewan. Hewan juga mampu memberi jasa yang tak terhingga kepada manusia seperti “Si Windu”.

Dan masih banyak Windu-windu yang lainnya yang telah menyelamatkan manusia. Juga hewan telah mensuplai kebutuhan protein manusia, kita memakan daging dan ikan, jelas-jelas mereka juga adalah Windu sipenolong manusia. Juga jangan sekali﷓kali meremehkan dunia tumbuhan, karena mereka juga mampu menyelamatkan kita dari bencana yang mengerikan.

Si Windu bukan saja legenda bagi saya tetapi simbol dari pahlawan bagi hewan﷓hewan lainnya yang juga berjasa untuk manusia. Banyak Windu-Windu lainnya yang terlupakan.

Tetapi saya yakin mereka (hewan-hewan) tidak ingin dielukan seperti kuda Windu, mereka (hewan-hewan) hanya butuh toleransi kehidupan. Biarkan mereka (hewan-hewan) hidup didunianya dan tidak menyakiti mereka (hewan-hewan)!
Hanya itu yang bisa saya lakukan untuk membalas jasa-jasa Si Windu. Si Windu is a hero for the animals. I love you Windu!

Komentar (3)

elsa
windu itu katanya di kubirin di ciporang, tepatnya dibelakang lapangan kodim (lapangan gandasari). katanya di sana ada kuburan kuda. tapi itu belum pasti kuda si windu atau bukan. saya juga pernah dapat tugas dari sekolah untuk mencari tahu legenda masing masing desa. dan saya bertanya kpd salah satu sesepuh yg asli dari ciporang dan katanya di desa ciporang legendanya juga tentang seorang perempuan bernama Nyi Putri Gandasari yg memiliki kuda putih. dan kuburan itu pun masih ada sampai sekarang :)
Oman Abdurahman
Bagus....suatu empati terhadap kearifan lokal. Dapat dijadikan reinventing ...lalu revitalisasi hahaha...reumbeuy ku istilah asing, siga nu teu pede nu ngomentaran teh. Pokona sae pisan, mangga teraskeun penelusuruan kearifan lokal nya. Hidup si Windu, hidup anu nyerat si Windu, hidup masyarakat Kuningan. tabe pun, manar (incuna urang Linggarjati).
kawung alit
heeeheeeheeee ..... reportase yang ciamik .... sy tunggu reportase selanjutnya teh .... si windu ....si windu .... si windu .... ahikkkk ....ahik.....

Kirim Komentar

Nama
Alamat email
Alamat Web
Komentar
Tulis Kode: